Kardaya: Kita Terancam jadi Importir
Padang Ekspres • Jumat, 20/07/2012
Jakarta, Padek—Perkembangan eksploitasi panas bumi untuk sumber energi pembangkit listrik di Indonesia dinilai lamban. Setelah 30 tahun sejak lapangan panas bumi Kamojang, Jawa Barat pertama kali dibuka, baru 1.200 MW dari potensi yang dimanfaatkan. Padahal, potenis diperkirakan 29.000 MW atau 40 persen dari potensi dunia.
”Indonesia adalah negara terbesar di dunia yang memiliki potensi panas bumi. Tetapi ironisnya, baru sekitar 2 persen yang digunakan sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik. Sedangkan program pemerintah dalam pengadaan listrik 10.000 MW tahap I dan 10.000 MW tahap II tidak akan tercapai kalau tidak ada terobosan-terobosan baru untuk itu,” ungkap Gubernur Sumbar Irwan Prayitno pada diskusi panel geothermal, di EBTKE Conex 2012, Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (18/7).
Irwan Prayitno yang ikut membidani lahirnya UU Panas Bumi ketika menjadi anggota DPR, sangat prihatin dengan persoalan itu. Menurutnya, lambannya pemanfaatan energi panas bumi itu, dipengaruhi oleh persoalan mindset, seperti lamanya proses perizinan.
”Maaf, kalau kita lihat dari sisi agama, kita ini sebetulnya kurang bersyukur terhadap karunia Tuhan,” tegasnya dalam diskusi yang dihadiri direksi dari PLN, Pertamina, Kementerian Kehutanan dan Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM.
Potensi panas bumi yang demikian besar, kata Irwan, disia-siakan begitu saja. Energi panas bumi itu sudah disediakan Tuhan jauh sejak sebelum kita lahir, tidak akan habis dan tidak pula merusak lingkungan. ”Uang yang akan dipakai investor pun juga bukan uang negara. Tidak ada cost recovery seperti eksploitasi minyak dan gas bumi. Yang akan diuntungkan juga kita semua, rakyat Indonesia. Terus kenapa kok terkesan dipersulit dan diperlambat izinnya? Itu sama saja dengan memperlambat kesempatan rakyat kita menikmati kesejahteraannya,” tandas Irwan.
Untuk Sumbar sendiri, kata gubernur asal PKS itu, diharapkan bisa menjadi sumber energi hijau termasuk energi air, angin, laut, biomassa dan tentu saja panas bumi yang potensinya cukup besar. ”Dengan proses perizinan satu pintu yang diterapkan di Sumbar, diharapkan bisa menarik lebih banyak lagi investor ke ranah Minang,” ungkapnya.
Sementara itu, Menurut Dirjen EBTKE Kardaya Warnika pada diskusi hari pertama menyebutkan, jika penggunaan energi masih dilakukan seperti saat ini, maka diperkirakannya pada 2019 Indonesia akan murni menjadi importir energi. ”Karena energi fosil kita akan habis, sementara kebutuhan energi listrik terus meningkat,” bebernya.
Sejauh ini, untuk mendukung investasi dalam pemanfaatan energi baru, terbarukan dan konservasi energi, kata Kardaya, Bank Indonesia tengah menyiapkan green banking. Kebijakan itu diperlukan, karena banyak bank yang masih ragu-ragu akan risiko berinvestasi di sektor tersebut.
Perantau Minang asal Solok Selatan Yulnofrins Napilus di sela-sela diskusi, mendukung percepatan pemanfaatan energi panas bumi yang potensinya sangat besar di Sumbar. (fas)